Jejak Komunis Pada Band Pink Floyd

pinkfloyd-co – Tidak butuh bingung bila ada banyak bagian martil dalam film penjepit serangkaian lagu kepunyaan Pink Floyd, Run Like Hell serta Waiting For the Worms. Tidak hanya dijadikan ikon kategori pekerja, bagian martil dalam kedua lagu yang ada di album legendaris mereka, The Wall( 1979), itu seakan pula menegapkan gimana kerangka balik keluarga para personil band Inggris itu. Roger Waters, David Gilmour, Syd Barrett, Richard Wright, Nick Mason, serta Bob Klose memanglah berawal dari keluarga pegawai serta, karena itu, pula dekat dengan partai komunis. Paling utama Water[bass] serta Mason[drum] yang sudah berapat semenjak sedang anak muda di sekolah.

Jejak Komunis Pada Band Pink Floyd – “ Dengan cara politik, kita berawal dari kerangka balik yang seragam,” cakap Mason dalam Inside Out: A Perorangan History of Pink Floyd( 2011: 18). Pertanyaan bapaknya yang pekerja di Association of Cinematographic Technicians( ACT), Mason mengatakan:“ Ayahku badan partai komunis yang melawan fasisme.” Orang berumur Waters, Eric Fletcher Waters serta Mary White, diketahui selaku wujud berpendidikan serta luang jadi guru di suatu sekolah. Biarpun begitu, keduanya pula bersama mantan badan Partai Komunis Inggris serta pendukung loyal kalangan pegawai. Eric tadinya pula tertera selaku Letnan 2 dari Batalyon ke- 8 Royal Fuselier( Resimen London). Naasnya, Eric mati belia kala bertempur melawan kalangan fasis di Anzio, Italia selatan, pada 18 Februari 1944, dalam umur yang terkini 29 tahun. Berpuluh tahun setelah itu, Waters mengenang bapaknya lewat lagu The Fletcher Memorial Home( 1983) yang ada dalam Akhir Cut, album sanggar ke- 12 Pink Floyd yang luncurkan pada 21 Maret 1983.

Waters juga pula memiliki ketertarikan pada rumor politik, paling utama semenjak beliau berasosiasi dengan Campaign for Nuclear Disarmament( CND) yang dibangun pada 1958.“ Roger jadi pimpinan bagian anak muda dari CND di Cambridge, serta ia dan Judy( pacarnya) ambil bagian dalam karnaval badan CND dari Aldermaston ke London,” nyata Mason yang kala itu pula turut kelakuan itu bersama pacarnya, Lindy Rutter. Menariknya lagi, bagus Judy serta Lindy juga mempunyai kerangka balik keluarga yang serupa dengan kekasih mereka tiap- tiap.

Jejak Komunis Pada Band Pink Floyd

Jejak Komunis Pada Band Pink Floyd

– Dalam jangka waktu Syd Barret dalam band tersebut
Kala kuliah di London Polytechnic- Regent Street( saat ini Universitas Westminister), Nick serta Roger mulai berapat dengan Richard Wright. Rick, begitu beliau lazim disapa, tadinya sempat berlatih di London College of Music. Karena seperti itu beliau cerdas memainkan sebagian berbagai perlengkapan nada, semacam terompet, trombon, dan piano. Ketiga teman itu kesimpulannya membuat band bernama Sigma 6 bersama seseorang anak muda jenius yang senang mengulik kord- kord tidak umum, Keith Roger Barrett nama lain Syd Barrett. Kemudian, bersamaan berjalannya durasi, mereka membuat suatu band terkini, Pink Floyd Sound, serta mengeluarkan album pertamanya pada 1967, The Piper at the Gates of Dawn. Sebagian lagu terkenalnya antara lain: Arnold Layne, See Emily Play, serta Interstellar Overdrive.

Di tahun yang serupa itu pula, para personil akur buat memendekkan julukan band mereka jadi Pink Floyd, ditakik dari 2 julukan musisi blues buah hati Barrett: Pink Anderson serta Floyd Council. Serta, nanti, band ini jadi salah satu band terbanyak dalam asal usul nada bumi, paling utama sebab komposisi musiknya yang kala itu dikira tidak lazim. Biarpun kontribusinya amat besar dalam album kesatu Pink Floyd, Barrett terdesak wajib diberhentikan dari band karena kecanduannya kepada narkoba terus menjadi tidak pasti. Semenjak Maret 1968, ataupun 3 bulan saat sebelum album kedua band itu rilis– A Saucerful of Secrets–, Barrett dengan cara sah bukan lagi badan Pink Floyd. Ada pula wujud yang mengambil alih Barrett tidak lain merupakan teman sekolahnya dahulu: David Gilmour.

Baca Juga : Mengenal Album Legendaris Band Mecano Di Negara Lainnya

– Waters yang sangat konsisten
Tanpa Syd, Pink Floyd senantiasa produktif mengeluarkan album dengan komposisi musikalitas yang tidak lazim. Mulai dari A Saucerful of Secrets( 1968), More( 1969), Ummagumma( 1969), Molekul Heart Mother( 1970), Meddle( 1971), Obscured by Clouds( 1972), The Dark Side of the Moon( 1973), Wish You Were Here( 1975), Animals( 1977), The Wall( 1979), sampai The Akhir Cut( 1983). Dari seluruhnya, The Wall serta The Dark Side of the Moon jadi album Pink Floyd yang sangat terkenal serta sudah terjual lebih dari puluhan juta potong. Bersamaan dengan kerangka balik mereka yang ke- kiri- kiri- an, hingga tidak bingung bila sebagian lagu Pink Floyd sarat dengan kritik. Dalam perihal ini, Waters merupakan motor utamnya. Lagu Another Brick on The Wall[Part 2], misalnya, dikira muat kritik kepada bumi pembelajaran. Dibawakan dengan dorongan paduan suara kanak- kanak dari The Islington Green School Choir, lagu itu menyertakan melirik yang konfrontatif:“ We dont need nomor education atau We dont need nomor thought control atau Nomor dark sarcasm in the classroom atau Teachers leave those kids alone atau Hey teachers, leave those kids alone atau All in all youre just another brick in the wall.”

Waters, yang berkuasa kedudukannya dalam album The Wall, menulis 2 part lagu Another Brick on The Wall karena muak dengan bumi pembelajaran. Beliau merasa, sekolah yang sebaiknya menekankan prinsip memanusiakan orang, malah sudah menghasilkan anak ajar selaku manusia mesin yang wajib menjajaki otoritarianisme banyak orang berusia. Tindakan kritis anak penggerak partai komunis itu tidak cuma ditunjukkannya pada isu- isu politik berdekade dahulu. Kala sudah berumur petang semacam saat ini[76 tahun], Waters apalagi sedang berdengung melaporkan dukungannya kepada Palestina. Semacam yang beliau tunjukkan tahun kemudian lewat akun Twitter pribadinya:“ To the brave Palestinians in Gaza marching for freedom, WE ARE WITH YOU!!”

Baca Juga : Tembok Yang Dlihat Dari Perspektif Pada Pink Floyd

Itu bukan wujud sokongan awal Waters kepada Palestina. Sehabis Gaza diserbu tentara Israel pada tahun 2012, beliau menyanyikan lagu legendaris kepunyaan Joan Baez, We Shall Overcome, selaku wujud kebersamaan. Sedangkan pada Donald Trump, Waters pula sering melemparkan sinisme, apalagi luang pula menginisiasi konser berjudul Anti- Trump pada 2017 kemudian. Selaku seseorang musisi legendaris, Waters sebaiknya dapat saja menikmati hari berumur sembari menikmati pundi- pundi hartanya. Serta itu alami belaka. Semacam Mason, misalnya, yang sudah jadi kolektor mobil sangat jarang dengan harga selangit. Ataupun, sangat tidak, Waters pula bisa menjajaki jejak si papa dengan jadi seseorang pasifis sembari lalu menyuarakan kritiknya. Hendak namun, tampaknya, jiwa kritis Waters senantiasa tidak lekang oleh durasi. Semacam yang beliau tunjukkan kala diwawancara oleh seseorang komposer besar dari Brazil, Caetano Veloso, hal kebangkitan para politikus berbagai Trump serta Jair Bolsonaro, pada Oktober 2018 kemudian. Tanpa tedeng aling- aling, Waters melaporkan kritiknya seeksplisit bisa jadi:“ Mengapa mereka mau- maunya memilah para bajingan itu buat memusnahkan bumi ini pas di depan mata serta dengan metode yang amat analitis?”